Kisah Pesawat Angkutan Pertama di Indonesia
Monday, September 18, 2017
Edit
Pesawat Dakota RI-001 Seulawah adalah pesawat angkut
pertama Indonesia yang sangat berjasa dalam mewujudkan kemerdekaan
negeri ini. Bukti kecintaan dan sikap patriotisme rakyat Aceh terhadap
republik Indonesia.
Sejarah Via Wikipedia
KSAU Laksamana Udara Soerjadi Soerjadarma memprakarsai pembelian pesawat angkut. Biro Rencana dan Propaganda TNI-AU yang dipimpin oleh OU II Wiweko Supono dan dibantu oleh OMU II Nurtanio Pringgoadisuryo dipercaya sebagai pelaksana ide tersebut.
Biro tersebut kemudian menyiapkan sekira 25 model pesawat Dakota. Kemudian, Kepala Biro Propaganda TNI AU, OMU I J. Salatun ditugaskan mengikuti Presiden Soekarno ke Sumatra dalam rangka mencari dana.
Pada tanggal 16 Juni 1948 di Hotel Kutaraja, Presiden Soekarno berhasil membangkitkan patriotisme rakyat Aceh. Melalui sebuah kepanitiaan yang diketuai Djuned Yusuf dan Said Muhammad Alhabsji, berhasil dikumpulkan sumbangan dari rakyat Aceh setara dengan 20 kg emas.
Dana tersebut kemudian digunakan untuk membeli sebuah pesawat Dakota dan menjadi pesawat angkut pertama yang dimiliki bangsa Indonesia. Pesawat Dakota sumbangan dari rakyat Aceh itu kemudian diberi nama Dakota RI-001 Seulawah. Seulawah sendiri berarti "Gunung Emas".
Kehadiran Dakota RI-001 Seulawah mendorong dibukanya jalur penerbangan Jawa-Sumatra, bahkan hingga ke luar negeri. Pada bulan November 1948, Wakil Presiden Mohammad Hatta mengadakan perjalanan keliling Sumatra dengan rute Maguwo-Jambi-Payakumbuh-Kutaraja-Payakumbuh-Maguwo.
Di Kutaraja, pesawat tersebut digunakan joy flight bagi para pemuka rakyat Aceh dan penyebaran pamflet. Pada tanggal 4 Desember 1948 pesawat digunakan untuk mengangkut kadet ALRI dari Payakumbuh ke Kutaraja, serta untuk pemotretan udara di atas Gunung Merapi.
Pada awal Desember 1948 pesawat Dakota RI-001 Seulawah bertolak dari Lanud Maguwo-Kutaraja dan pada tanggal 6 Desember 1948 bertolak menuju Kalkuta, India. Pesawat diawaki Kapten Pilot J. Maupin, Kopilot OU III Sutardjo Sigit, juru radio Adisumarmo, dan juru mesin Caesselberry. Perjalanan ke Kalkuta adalah untuk melakukan perawatan berkala. Ketika terjadi Agresi Militer Belanda II, Dakota RI-001 Seulawah tidak bisa kembali ke tanah air. Atas prakarsa Wiweko Supono, dengan modal Dakota RI-001 Seulawah itulah, maka didirikanlah perusahaan penerbangan niaga pertama, Indonesian Airways, dengan kantor di Birma (kini Myanmar).
Biro tersebut kemudian menyiapkan sekira 25 model pesawat Dakota. Kemudian, Kepala Biro Propaganda TNI AU, OMU I J. Salatun ditugaskan mengikuti Presiden Soekarno ke Sumatra dalam rangka mencari dana.
Pada tanggal 16 Juni 1948 di Hotel Kutaraja, Presiden Soekarno berhasil membangkitkan patriotisme rakyat Aceh. Melalui sebuah kepanitiaan yang diketuai Djuned Yusuf dan Said Muhammad Alhabsji, berhasil dikumpulkan sumbangan dari rakyat Aceh setara dengan 20 kg emas.
Dana tersebut kemudian digunakan untuk membeli sebuah pesawat Dakota dan menjadi pesawat angkut pertama yang dimiliki bangsa Indonesia. Pesawat Dakota sumbangan dari rakyat Aceh itu kemudian diberi nama Dakota RI-001 Seulawah. Seulawah sendiri berarti "Gunung Emas".
Kehadiran Dakota RI-001 Seulawah mendorong dibukanya jalur penerbangan Jawa-Sumatra, bahkan hingga ke luar negeri. Pada bulan November 1948, Wakil Presiden Mohammad Hatta mengadakan perjalanan keliling Sumatra dengan rute Maguwo-Jambi-Payakumbuh-Kutaraja-Payakumbuh-Maguwo.
Di Kutaraja, pesawat tersebut digunakan joy flight bagi para pemuka rakyat Aceh dan penyebaran pamflet. Pada tanggal 4 Desember 1948 pesawat digunakan untuk mengangkut kadet ALRI dari Payakumbuh ke Kutaraja, serta untuk pemotretan udara di atas Gunung Merapi.
Pada awal Desember 1948 pesawat Dakota RI-001 Seulawah bertolak dari Lanud Maguwo-Kutaraja dan pada tanggal 6 Desember 1948 bertolak menuju Kalkuta, India. Pesawat diawaki Kapten Pilot J. Maupin, Kopilot OU III Sutardjo Sigit, juru radio Adisumarmo, dan juru mesin Caesselberry. Perjalanan ke Kalkuta adalah untuk melakukan perawatan berkala. Ketika terjadi Agresi Militer Belanda II, Dakota RI-001 Seulawah tidak bisa kembali ke tanah air. Atas prakarsa Wiweko Supono, dengan modal Dakota RI-001 Seulawah itulah, maka didirikanlah perusahaan penerbangan niaga pertama, Indonesian Airways, dengan kantor di Birma (kini Myanmar).
Sejarah Via LoveAceh
pesawat ini diberi nama Seulawah atau gunung emas, merujuk pada nama
gunung api di Aceh Besar ini, merupakan cikal bakal perusahaan
berdirinya perusahaan penerbangan niaga pertama di nusantara, Indonesian
Airways, yang sekarang dikenal dengan Garuda Indonesia.
Pesawat ini dibeli dari hasil sumbangan rakyat Aceh atas permintaan
Soekarno yang datang khusus ke Aceh, medio Juni 1948. Dalam pertemuannya
dengan Gubernur Militer, Abu Daud Beureueh di Hotel Aceh, samping
Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Presiden RI pertama itu menangis,
mengiba agar rakyat Aceh membantu dana pembelian pesawat.
Tujuannya untuk memperkuat pertahanan negara dan hubungan antar
pulau, menembus blokade Belanda yang mulai menguasai sebagian besar
nusantara menyusul agresi militer ke II Belanda. Pusat pemerintah
Indonesia di Yogjakarta sendiri kala itu mulai dikuasai lagi Belanda.
“Saya tidak akan makan malam ini, kalau dana untuk itu tidak
terkumpul,” kata Soekarno dalam pertemuan diselenggerakan Gabungan
Saudagar Indonesia Daerah Aceh (GASIDA) itu.
Ketua GASIDA, Muhammad Djuned Yusus yang hadir dalam forum, langsung
menyanggupinya. Bersama Said Muhammad Daud Alhabsyi, ia memimpin Dakota
Found, panitia penggalangan dana. Para saudagar menyumbangkan uang dan
emas. Sementara rakyat biasa ikut mengumpulkan hasil pertanian dan
peternakannya untuk disumbang ke panitia. Alhasil dalam dua hari
terkumpul dana setara 20 kilogram emas atau 130 ribu dolar Singapura.
Versi lain menyebutkan, saat itu Daud Beureueh yang iba dengan
Soekarno langsung memerintahkan langsung Abu Mansor, sekretarisnya untuk
mengumpulkan sumbangan.
Menurut Pemerhati Sejarah Aceh, Abdurrahman Kaoy, saat itu Abu Mansor
datang ke Pasar Atjeh memungut sumbangan dari warga yang berada di
pasar tradisional samping Masjid Baiturrahman itu. “Mereka dengan ikhlas
memberikan perhiasan, emas, dan segala barang berharganya untuk
disumbangkan,” ujarnya.
Sebelum kembali ke Pulau Jawa membawa sumbangan rakyat Aceh, dalam
pertemuan akbar dengan rakyat Aceh di Lapangan Blang Padang, Soekarno
berorasi mengajak rakyat Aceh membantu perjuangannya.
“Aku meminta kepadamu hai pemuda-pemuda, pemudi-pemudi, ulama-ulama,
saudara-saudara, anak-anakku dari angkatan perang, segenap pegawai,
segenap rakyat jelata yang berkumpul di sini, di seluruh daerah Aceh,
marilah kita terus berjuang,” katanya.
Dalam kunjungannya ke Aceh, Soekarno juga berpesan khusus kepada Daud
Beureueh yang ia panggil Kakak, agar mengajak rakyat Aceh membantu
perjuangan mengusir Belanda yang masih bercokol di berbagai daerah di
nusantara.
“Saya minta bantuan Kakak agar rakyat Aceh turut mengambil bagian
dalam perjuangan bersenjata yang sekarang sedang berkobar antara
Indonesia dan Belanda, untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah kita
proklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945.”
“Saudara Presiden! Kami rakyat Aceh dengan segala senang hati dapat
memenuhi permintaan Presiden asal saja perang yang akan kami kobarkan
itu berupa perang sabil atau perang fisabilillah, perang untuk
menegakkan agama Allah sehingga kalau ada di antara kami yang terbunuh
dalam perang itu maka berarti mati syahid,” jawab Daud Beureueh.
“Kakak! Memang yang saya maksudkan adalah perang yang seperti telah
dikobarkan oleh pahlawan-pahlawan Aceh yang terkenal seperti Teungku Cik
Di Tiro dan lain-lain, yaitu perang yang tidak kenal mundur, perang
yang bersemboyan merdeka atau syahid,” timpal Soekarno.
Sekembali ke Pulau Jawa, sumbangan terkumpul dari Aceh dipakai untuk
membeli pesawat jenis Dakota DC-3 melalui Singapura pada Oktober 1948,
oleh perwira penerbangan Wiweko Soepono yang akhirnya menjadi Direktur
Utama garuda. Diberi registrasi RI-001 Seulawah, inilah pesawat angkut
pertama milik Indonesia dan cikal bakal berdirinya Indonesian Airwasy
yang saat itu berkantor di Burma (Myanmar), karena sebagian besar
wilayah nusantara masih dikuasai Belanda.
Memiliki panjang badan 19,66 meter dan rentang sayap 28,96 m, pesawat
ini ditenagai dua mesin pratt & whitney berbobot 8,030 Kg. Mampu
terbang dengan kecepatan maksimum 346 Km per jam.
Referensi