Apakah penerapan hukum cambuk di Aceh tetap 'pandang bulu'?
Organisasi bantuan hukum di Aceh menyerukan supaya pelaksanaan hukuman cambuk berdasarkan syariat Islam di provinsi itu dilaksanakan "tanpa pandang bulu" menyusul permintaan terpidana supaya eksekusi selain untuk "orang kecil."
Tujuh pasangan muda dihukum cambuk di Banda Aceh sebab tertangkap berduaan serta salah seorang di antara mereka menyerukan supaya "hukuman cambuk selain dijatuhkan pada orang kecil, siapa pun yang meperbuat kesalahan wajib dihukum sama serta adil."
Safaruddin dari Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) berkata, "Hukum (cambuk) butuh dilaksanakan tanpa pandang bulu. Sehingga ketika orang-orang kecil yang tidak berdaya dieksekusi, sementara orang-orang yang berpengaruh tidak dieksekusi terbukti miris."
Tetapi Kepala Biro Humas Pemerintah Aceh Frans Delian berbicara tidak sedikit pejabat yang telah diproses terkait pelanggaran hukum lain, meskipun Frans tidak bisa mengingat apakah ada pejabat dari 23 kabupatan serta kota di Aceh yang sempat dicambuk.
Sementara Kepala Dinas Syariat Islam Aceh Syahrizal Abbas menunjuk polisi serta juga anak buah dewan perwakilan daerah sebagai contoh bahwa hukuman dijalankan dengan cara adil di provinsi ini.
Hukuman cambuk mulai diberperbuat di Aceh pada 2015 serta dituangkan dalam qanun jinayat yang di antaranya tergolong berbuat zina, menenggak minuman keras serta hubungan sesama jenis.
Pelaksanaan hukuman cambuk ini biasanya diperbuat di depan umum.
Tujuh pasangan muda dihukum cambuk di Banda Aceh sebab tertangkap berduaan serta salah seorang di antara mereka menyerukan supaya "hukuman cambuk selain dijatuhkan pada orang kecil, siapa pun yang meperbuat kesalahan wajib dihukum sama serta adil."
Safaruddin dari Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) berkata, "Hukum (cambuk) butuh dilaksanakan tanpa pandang bulu. Sehingga ketika orang-orang kecil yang tidak berdaya dieksekusi, sementara orang-orang yang berpengaruh tidak dieksekusi terbukti miris."
Tetapi Kepala Biro Humas Pemerintah Aceh Frans Delian berbicara tidak sedikit pejabat yang telah diproses terkait pelanggaran hukum lain, meskipun Frans tidak bisa mengingat apakah ada pejabat dari 23 kabupatan serta kota di Aceh yang sempat dicambuk.
Sementara Kepala Dinas Syariat Islam Aceh Syahrizal Abbas menunjuk polisi serta juga anak buah dewan perwakilan daerah sebagai contoh bahwa hukuman dijalankan dengan cara adil di provinsi ini.
Hukuman cambuk mulai diberperbuat di Aceh pada 2015 serta dituangkan dalam qanun jinayat yang di antaranya tergolong berbuat zina, menenggak minuman keras serta hubungan sesama jenis.
Pelaksanaan hukuman cambuk ini biasanya diperbuat di depan umum.
"Pejabat itu kedapatan mesum"
Safaruddin dari YARA menyatakan dua contoh permasalahan menyangkut pejabat di bunda kota Banda Aceh yang menurutnya menguap serta tidak ditindak lanjuti.
"Terbukti benar apa yang dikeluhkan, seakan-akan hukum ini tajamnya ke bawah, tapi ini selain di Aceh tapi juga hampir seluruh Indonesia (untuk hukum pidana). Tapi pelaksanaan hukuman cambuk...yang paling jelas di Banda Aceh, ada pejabat yang ditangkap, telah diblow up media tapi tidak ada eksekusi...Pejabat itu kedapatan mesum ditangkap di kamar tidak berbusana, ada juga yang ditangkap berduaan di mobil serta (permasalahan ini) menguap begitu saja... kurang lebih tiga tahun lalu," cerita Safaruddin.
Tetapi Kepala Biro Humas Aceh, Frans Delian menyatakan proses hukum telah berlangsung sesuai mekanisme serta bilapun ada pejabat yang terjerat belum bisa dibuktikan.
"Semua ada proses hukumannya, saat seseorang tertangkap meperbuat pelanggaran yang diatur dalam qanun-qanun...semua berlangsung sesuai dengan proses hukum. Bila orang tertentu bisa dibuktikan serta ada bukti yang konkret untuk memperoleh konsekuensi hukuman, maka akan diproses," kata Frans terhadap BBC Indonesia.
Di luar syariat Islam, Frans mencotoh para pejabat, tergolong bupati dikenakan hukuman sebab korupsi.
Kepala Dinas Syariat Aceh Syahrizal berbicara qanun yang ada sekarang semakin diteliti serta pihaknya tengah meperbuat penelitian untuk memasukkan korupsi dalam salah satu qanun.
"Sekarang qanun koruptor dalam proses, kita meperbuat penelitian mendalam...apakah sama dengan mencuri dalam kitab hukum lain umpama," kata Syahrizal.
"Terbukti benar apa yang dikeluhkan, seakan-akan hukum ini tajamnya ke bawah, tapi ini selain di Aceh tapi juga hampir seluruh Indonesia (untuk hukum pidana). Tapi pelaksanaan hukuman cambuk...yang paling jelas di Banda Aceh, ada pejabat yang ditangkap, telah diblow up media tapi tidak ada eksekusi...Pejabat itu kedapatan mesum ditangkap di kamar tidak berbusana, ada juga yang ditangkap berduaan di mobil serta (permasalahan ini) menguap begitu saja... kurang lebih tiga tahun lalu," cerita Safaruddin.
Tetapi Kepala Biro Humas Aceh, Frans Delian menyatakan proses hukum telah berlangsung sesuai mekanisme serta bilapun ada pejabat yang terjerat belum bisa dibuktikan.
"Semua ada proses hukumannya, saat seseorang tertangkap meperbuat pelanggaran yang diatur dalam qanun-qanun...semua berlangsung sesuai dengan proses hukum. Bila orang tertentu bisa dibuktikan serta ada bukti yang konkret untuk memperoleh konsekuensi hukuman, maka akan diproses," kata Frans terhadap BBC Indonesia.
Di luar syariat Islam, Frans mencotoh para pejabat, tergolong bupati dikenakan hukuman sebab korupsi.
Kepala Dinas Syariat Aceh Syahrizal berbicara qanun yang ada sekarang semakin diteliti serta pihaknya tengah meperbuat penelitian untuk memasukkan korupsi dalam salah satu qanun.
"Sekarang qanun koruptor dalam proses, kita meperbuat penelitian mendalam...apakah sama dengan mencuri dalam kitab hukum lain umpama," kata Syahrizal.
Sumber:BBC.COM
0 Response to "Apakah penerapan hukum cambuk di Aceh tetap 'pandang bulu'?"
Post a Comment